Rabu, 20 Maret 2019

My Journey: My First Day Attending TESOL Training at JLA

Haiiii apakabar? Heheheheheh. Kali ini aku mau cerita pengalamanku mendapatkan beasiswa TESOL (Teaching English to Speakers of Other Language) Training dari JLA (Jakarta Language Academy). Enggak nyangka kan? Aku juga enggak nyangka hehe. Setelah menemui banyak penolakan sana-sini entah itu dari lamaran kerja, volunteer dan masih banyak lagi akhirnya ada salah satu yang nyangkut alias keterima jadi penerima salah satu beasiswa full class seharga 16 juta Rupiah. Wow, mungkin bagi orang yang kebanyakan duit itu enggak seberapa. Tapi, bagiku ini adalah suatu pengalaman yang berharga dan membanggakan, plus saya suka yang gratis heheheh. Aku dapet info ini dari grup WA kampus dan seperti biasa awalnya aku ragu mau ikut atau enggak. Setelah dipikir-pikir yaudahlah iseng dicoba aja, soal keterima apa kaga urusan belakangan. Saat itu aku mendaftar beasiswanya via online. Lumayan banyak data yang harus diisi, aku sampe 3 kali isi ulang data karena nge-stuck di pertanyaan-pertanyaan terakhir. Yang aku ingat pertanyaan-pertanyaan itu seputar pengajaran dan opiniku soal itu, dan aku butuh beberapa hari memastikan jawabanku terkonsep dan minim dari kesalahan kata dan grammar. Fiyuh, aku sampe nyuri-nyuri waktu saat ngajar karena kalau dirumah terganggu dengan hp dan internet. Setelah submit, aku menunggu hasilnya keterima apa enggak dan menunggunya itu lumayan lama. Aku daftar tahun kemarin dan akhirnya dinyatakan keterima di awal tahun ini. Aku aja sampe lupa loh sama beasiswa ini wkwk.

Image result for Jakarta Language Academy
Source: https://www.jakartalanguageacademy.com/
Pasti ada yang nanya apasih itu JLA? Oke, JLA adalah lembaga yang menyediakan program pemberdayaan guru, salah satu programnya adalah TESOL. Terus TESOL itu apa? apa yang pertama kali terfikirkan dibenakmu? Kalau aku, pertama kali lihat tulisan TESOL mengira sama artinya dengan TESL (Teaching English as Second Language) atau TEFL (Teaching English as Foreign language). Dan boom! Ternyata mereka semua berbeda bung. Kalau TESOL adalah pengajaran bahasa inggris untuk orang-orang yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris. Kalau TESL adalah pengajaran bahasa Inggris kepada orang-orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai percakapan sehari-hari. Contohnya seperti negara Singapura dan India. Sedangkan TEFL adalah pengajaran bahasa Inggris untuk orang-orang yang menggunakan bahasa Inggris hanya untuk suatu kepentingan seperti travelling ke luar negeri, melamar pekerjaan dan masih banyak lagi. Contoh negaranya adalah Indonesia. Ada lagi nih yang namanya TEAL (Teaching English as Additional Language) yang artinya pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa tambahan. Maksudnya adalah bahasa Inggris disini bukan sebagai bahasa kedua lagi, tapi bisa sebagai bahasa ketiga atau keempat dan seterusnya. Contohnya adalah seseorang dari Indonesia khususnya orang Jawa, biasanya bisa bahasa Indonesia dan Jawa lalu dia juga fasih berbahasa Inggris maka disini bahasa Inggris menempati urutan ketiga. 

Kebetulan aku pernah belajar TEFL di kampus. Ingatan-ingatan di kampus berusaha kuingat namun yang tersisa hanyalah nama buku yang direkomendasikan oleh dosen favoritku dulu: Jeremy Harmer. Dan benar saja, guru yang mengajar training ini menggunakan buku itu. Ngomongin soal guru, ternyata aku pernah bertemu guru ini di kampusku. Saat itu, dia masuk ke ruangan dosen ngomong pakai bahasa Inggris, tapi pas aku duduk di ruang tunggu di tempat training, fasih bener ngomong bahasa Indonesia ke karyawan lain. Eh ternyata guru yang bernama Karl Milsom ini sudah 10 tahun tinggal di Indonesia. Dia asalnya dari United Kingdom. Bener-bener masih kelihatan muda tapi ternyata sudah punya anak perempuan satu. Enggak bisa bayangin itu anaknya secakep apa, bapaknya aja hidungnya mancung, kulitnya putih namun ada rona merah di pipinya, iris matanya agak abu-abu dan rambutnya enggak hitam entah warna apa susah dijelaskan. Mr. Karl sejauh ini menurutku tipe orangnya serius (dia ngaku sendiri wkwk), berfikir terbuka, suka menerima pendapat siswanya, perhatian kalau ada siswanya enggak paham atau membantu menjabarkan apa yang siswa maksud.  Hmm,dia bisa juga sih diajak bercanda kalau diluar jam ngajar. Terakhir kali aku iseng ngasih dia tantangan bahasa gaul dari Indonesia yang dia tau, respond dia senyum senyum aja dan menerima tantangan itu haha. Dari dua kata bahasa gaul, satu dia bisa jawab dan satu enggak. Nanti, bahasa gaul yang belum terjawab akan kutagih lagi minggu depan he he he (maafkan muridmu ini ya Sir).

Aku dapet ide itu gara-gara John, teman sekelasku dari Texas USA, ngomong kalau Mr. Karl fasih ngomong bahasa Indonesia. Trus aku tanya ke John, Mr. Karl bisa 'bahasa gaul' enggak. Dia bingung bahasa gaul itu apa, malah ngikutin aku ngomong 'bahasa gaul?' Lucu banget deh. Trus aku bilang bahasa gaul itu bahasa informal yang biasanya digunakan untuk ke teman. Dia ngangguk-ngangguk senang bisa dapet kosakata bahasa Indonesia baru. Pas aku tanya dia bisa bahasa Indonesia enggak, dia jawab "Dikit". Aku tuh enggak nyangka dia friendly banget dan gampang berbaur di kelas. Padahal dikelas aku tuh diem loh kecuali pas kelas berlangsung. You know, dari 8 orang cuma aku yang pake kerudung dan hanya 2 orang dari Indonesia. Sisanya ada yang dari Afrika Selatan, India, Singapura, USA dan masih banyak lagi. First day in the class, I feel I wanna run out from this class. It feels like why am I here? What kind of the world is this? What if they don't wanna be a friend to me? What if bla bla bla. Then, thanks to Mr. Karl who makes this class enjoyable and there's no gap between who is the smartest or kind of like that. Semua murid berbaur memberikan ide dan pendapat, dan semua dihargai sama oleh Mr. Karl. Kembali lagi ke John, ternyata dia anak magang di Indonesia dan baru berada disini sekitar 3 bulan. Sebelumnya dia pernah magang di Kamboja beberapa bulan juga. Pas aku tanya impression dia soal Indonesia, dia senyum sumringah banget sambil ngomongin orang-orang Indonesia dan juga makanannya. Bahagia gitu, aku cuma senyum nahan ketawa.

Terus, temen-temen dari Indonesia, Afrika Selatan dan Singapura ikutan nimbrung. Temenku yang dari Afrika Selatan ini (serius, aku belum tau namanya tapi dia ramah banget) nyeritain keluarganya yang super sekali. Semua negara nyampur jadi satu. Biasanya kan orang Afrika Selatan kan kulitnya hitam,tapi dia beda. Wajahnya kayak Arab tapi ada (freckles) bintik-bintik hitam khas orang Eropa. Badannya agak berisi dan gaya pakaiannya kayak muslim Eropa. Eh, ternyata ayahnya berasal dari Arab dan ibunya berasal dari Irish. Dia cerita kalo beberapa kata bahasa Indonesia ada yang mirip sama bahasa Afrika. Ternyata, peradaban Islam di Indonesia menyebar ke Afrika dan salah satu pelopornya adalah Syekh Yusuf dari Makassar Indonesia. Wah, aku enggak nyangka loh, merasa bangga jadi orang Indonesia hehe. Kita berlima pun seru ngobrolin tentang Indonesia. Oiya, karena beberapa temanku enggak bisa bahasa Indonesia, mereka bingung ngomongnya gimana karena ibu penjualnya engak bisa ngomong bahasa Inggris. Jadi, aku bantuin mereka saat jajan di kantin dan gak nyangka John mentraktir jajanku yang cuma 2000 perak karena aku enggak punya uang kecil. It feels like wow, we're trying to make friendship works although we're different.

Perasaanku disana punya temen-temen real life dari berbagai macem kultur dan budaya sih seneng dapet pengalaman baru, belajar saling menghormati satu sama lain dan masih banyak lagi. Tapi, yang perlu digaris bawahi dan diingat untukku disini adalah aku harus mempertahankan nilai-nilai budaya yang ditanamkan di diri aku sejak kecil. Contohnya, kuakui beberapa dari temanku itu suka minum bir, ngerokok dan pesta. Yang menurut aku ini enggak cocok dengan aku. Soalnya ada beberapa dari mereka ada yang ngerokok. Aku dari dulu memang anti rokok dan gak bisa tahan lama sama asap rokok. Aku gak suka ketika bajuku bau asap rokok padahal aku enggak ngerokok. Jadi, aku mempunyai batasan-batasan tententu dalam bergaul dengan teman lainnya. Aku akan menjadi diri aku sendiri, berteman dengan orang-orang luar bukan berarti aku harus mengikuti gaya mereka untuk mendapatkan pengakuan. Tetapi lebih tepatnya menunjukkan ini loh salah satu orang Indonesia yang ramah dan tau sopan santun ke sesama. Jika kalian menghargai nilai-nilai budaya Indonesia, aku akan menghargai budaya kalian, begitu....

Aku bersyukur dan berterimakasih telah diberi kesempatan mengenyam TESOL Training disini selama 3 bulan lebih. Nanti saat lulus, kami akan diberikan sertifikat CELTA (Ceritificate in Teaching English to Speaker of the Other Language) yang hanya bisa digunakan di Indonesia saja. Aku berharap selain ilmu yang bisa didapat disini, bisa juga membangun relasi dan juga bisa membuka jalan menuju mimpi besarku. Aamiin. Yapp, mungkin sekian dari ceritaku. See you di cerita selanjutnya yaaa....

Btw, sorry enggak ada foto karena trainingnya masih baru hehe. Masih berusaha membaur dengan yang lain juga.
Share:

Followers

Search This Blog

Embun yang Dingin / Lautan Cinta

  Berikut ada 14 bagian masa-masa Lay Zhang bersama EXO: Panas yang Hebat / Pertama kalinya aku diatas panggung Akhir dari Panas / Api Embun...

Daily Blogger Pro Review Competition

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.