Sabtu, 26 Januari 2019

Singapura: Empat Ras Satu Harmoni (Part 3)

Hari terakhir pun tiba, antara senang dan sedih tercampur jadi satu. Senang karena kembali ke Jakarta karena sudah tidak sabar makan makanan khas Indonesia, tapi sedih juga karena sudah dibuat nyaman dengan suasana yang tenang, rapi dan asri di negara ini hehe. Untuk kalian yang belum baca part sebelumnya, klik Part 1 dan Part 2.

Foto bersama Masjid yang pertama baru dibangun, Masjid Sultan (Source: Pribadi)
 5. Day-3
Karena hotel pilihan kami ada kolam renangnya di lantai paling atas, kami memutuskan pagi-pagi kesana. Di terik matahari yang hangat, kami mencuci kaki di pinggir-pinggir kolam renang yang dilengkapi dengan jacuzzi (pemandian air hangat). Alesan kami tidak berenang adalah waktu kita di Singapura terbilang sebentar dan kurang lama (he he), dan pakaian yang kami bawa tak banyak. Next time, kalau ada kesempatan mau nyobain jacuzzi disana. Pemandangan di atas juga enggak kalah cantik dan sejuk. Di depan kolam renang ada jalan Victoria Street yang sering kami lewati dengan pepohonan yang hijau di setiap pinggir jalannya. Sedangkan di belakang hotel kami, ada bangunan tua seperti di Kota Tua berjejer rapi layaknya seperti di Eropa.  Setelah puas berfoto-foto dan main air sekaligus sarapan, kami pun berjalan kaki mengelilingi daerah Bugis disekitar hotel.
Istana Kampong Glam (Source: Pribadi)

Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Istana Kampong Glam dimana istana Melayu bersemayam disana. Saat kami berjalan disana, banyak warung makanan disana yang menjual makanan khas Melayu bahkan ada juga Indonesia. Tapi sayang, jam 8 masih tutup wkwk. Ketika kami memasuki istana-nya, memang sangat sederhana namun tetap asri. Sebenarnya kami bisa saja memasuki istana-nya di dalamnya, sayang masih tutup haha. Enggak apa-apa lah bisa narsis dulu di depan istananya.
Masjid Sultan (Source: Pribadi)
Perjalanan kami berlanjut ke Masjid Sultan. Kali ini masjid-nya lebih cantik daripada sebelumnya. Masjid yang lebih besar yang dilengkapi dengan fasilitas lift ini dan juga kubah emasnya, exterior dan interiornya yang mewah membuat kami takjub. Awalnya kami hanya bisa melihat-melihat dari luar masjid karena tertulis pengunjung tidak boleh masuk karena masjidnya masih dibersihkan. Tetapi, ada laki-laki dengan wajah khas Melayu-nya menyapa kami dan meminta kami berwudhu (ia mengira kami ingin sholat). Kami pun melipir ke tempat wudhu sekaligus toilet disana. Layaknya seperti toilet di bandara Soetta, kami menemukan toilet dan tempat wudhu yang sangat bersih. Toilet disana benar-benar sudah update dengan push di dinding. Dan juga tempat wudhu khas disana adalah dengan shower dan juga tempat duduk di depannya. Pangling sekaligus takjub. Setelah itu, kami bergegas masuk ke dalam masjid. Wahh benar-benar luar biasa, mirip Masjid Kubah Emas. Saat kami masuk kedalam, kami disambut dengat layar interaktif dimana kami bisa mengetahui sejarah Masjid ini berdiri dan juga renovasi yang telah di lakukan selama ini. Usut punya usut ternyata masjid ini adalah masjid pertama yang dibangun di negara ini. Menariknya lagi adalah dulu pertama kali masjid ini dibangun mirip sekali masjid tua yang terbuat dari kayu di Indonesia. Ternyata yang membangun adalah orang Jawa yang berdagang disana. Untuk melihat fakta menariknya kalian bisa klik disini. Ada perasaan bangga ternyata orang Indonesia dulu pintar sekali berdagang dan sudah sampai kemana-mana dan juga bisa membangun masjid disana. Next, aku menemukan banyak tulisan-tulisan yang menjelaskan apa itu Islam? Mengapa Islam menghormati kepercayaan yang lain? dan masih banyak lagi. Yang menariknya disini ada suara panggilan adzan melalui headset. Wah, sudah tiga hari ini enggak dengerin adzan karena kamarnya di basement dan selalu naik MRT bawah tanah kemana-mana. I've never thought that I would miss this a lot.

Haji Lane (Source: Pribadi)
 Setelah puas di Masjid, kami pun pergi ke Haji Lane. Aku kira isinya pernak pernik barang Haji ternyata oh ternyata hanya toko biasa yang menjual pakaian jadul dan oleh-oleh khas Singapore seperti biasa. Tapi ada yang unik disini, toko-toko disini di cat kreatif dengan gambar artistik dan cocok buat foto-foto disana. Kami pun berfoto-foto disana hehe.

Then, kami pun kembali ke hotel untuk check out.Tak lupa uang deposit 100 SGD kami dikembalikan, hehe lumayan buat tambahan oleh-oleh nanti. Karena tempat selanjutnya kami masih mau belanja di daerah Mustafa Center, kami pun menitipkan koper kami di hotel tanpa biaya tambahan apapun. Kami pun berjalan keluar dari hotel menuju ke Mustafa Center sejauh hampir 1 km. Gemporrr nih kaki makin lama diajak jalan jauh tiga hari penuh wkwk. Perutku tumbenan sudah lapar padahal sudah sarapan tadi, heu mungkin sarapannya kurang berfaedah tadi pagi wkwk.
Mustafa Center (Source: Pribadi)
Sesampainya di Mustafa Center, kami masuk kedalam mall-nya. Sebenarnya Mustafa Center ini adalah mall besar terlengkap dan termurah dari barang elektronik, perlengkapan mandi, jajanan dan masih banyak lagi deh. Bahkan aku disana menemukan kerupuk-kerupuk khas Indonesia, pengen beli tapi sayang masih murahan di Jakarta haha. Akhirnya aku dan temanku membeli oleh-oleh yang lain. Yang paling khas oleh-oleh di Singapura adalah cokelat. Yah walaupun bentuknya doang yang menyerupai Merlion khas Singapore, tapi tetep aja cokelatnya dibuat di Malaysia. Kami tertipuu wkwk. Anyway, beli-beli juga akhirnya haha. Ada hal yang unik juga saat aku mencari Yoghurt, eh malah ketemu Yakult dengan ukuran yang tidak biasa. Kalau di Indonesia isi 6 kecil-kecil. Ini isi 5 dan satu botolnya isi 100ml. Waaa, jadi keinget dirumah pasti doyan ini, langsung beli satu. Tak banyak oleh-oleh yang aku beli, yang penting cukup. Cukup di kantong hahaha.
Sri Veeramakaliamman Temple (Source: Pribadi)
Puas berbelanja, kami pun melipir ke Little India. Saat memasuki kawasan Little India, di atas jalan raya ada gambar orang, gajah dan sapi khas India. Kami pun sampai di Sri Veeramakaliamman Temple dimana tempat orang India beribadah. Hampir mirip Temple yang berada di Chinatown, tapi ini lebih ramai dan penuh dengan suara terompet khas India yang ditiup dengan kencangnya. Kali ini kami bisa mengambil foto di dalamnya. Tapi, tetap saja karena banyak sekali patungnya jadi takut sendiri, takut ntar tiba-tiba loncat dan hidup hehe. Hanya sebentar kami disana, karena perut kami benar-benar lapar. Nyari sana kemari engga ada restoran yang pas, akhirnya kami pun naik MRT dari stasiun Little India ke stasiun Bugis.

Perjalanan terakhir ini, bisa dibilang sangat melelahkan. Dari perut keroncongan tapi lidah sudah kangen berat sama masakan Indonesia dan barang belanjaan kami yang yah agak berat. Kami pun memutuskan makan makanan KFC dengan harapan nasi dan ayamnya sama kayak di Indonesia. Dannn apa yang terjadi bung, menu-nya beda banget dan maahalll hahaha. Kami pun membeli ayam 2 potong ditambah sup jamur dan sayur-sayuran plus minuman cola seharga 8 SGD. Lalu, ditambah 2 porsi nasi seharga 2 SGD. Oke, Colanya sama kayak  di Indonesia, tapiii lagi-lagi rasa ayam dan nasinya aneh. Lain kali kalo mau travelling ke luar negeri bawa abon atau peyek dah ah. Bener-bener menyebalkan. Kenyang sih tapi enggak puas di lidah.
Bugis Street (Source: Pribadi)
Setelah makan, kami pun lanjut belanja baju di Bugis Street. Kirain ya bakalan murah, eh engga taunya ngalah-ngalahin merk baju Zara dan kawan-kawannya yg ada di mall gede. Rata-rata baju disana mahal-mahal jualinnya. Aku yang mau beli jadi malas dan juga model-modelnya untuk wanita berkerudung sepertiku pasti mahal banget. Skip, aku cuma lihat-lihat aja deh kecuali temenku beli baju untuk adiknya. Setelah capek naik-turun, akhirnya kami beristirahat dan makan es krim. Kebetulan ada es krim Walls Sandwich disana, mengingatkanku dengan Tanah Air. Saat aku lihat dibelakang keemasannya, akhirnya ada makanan yang dari Indonesia. Aku makan dengan lahap karena rasanya sama kayak di Indonesia.
Penampakan di depan Hotel (Source: Pribadi)
Sudah puas berbelanja, kamipun meluncur ke hotel untuk mengambil koper. Sempat temanku mengajakku ke Pasir Ris untuk beli album favoritnya dia. Tapi, serius aku benar-benar lelah. Kakiku minta demo kalau harus jalan kaki lagi. Finally, kami pun langsung cabut ke Changi Airport dengan menggunakan MRT. Setelah sampai, kami mengembalikan kartu Tourist Pass kami untuk mendapatkan deposit 10 SGD. Yeayy, pemasukan wkwk. Kami pun mencari terminal 1 dan diarahkan ke kereta cepat menuju kesana tanpa membayar sepeserpun. Ada kejadian yang lucu saat kami di Terminal 1. Temanku bertanya kepadaku tentang penukaran uang dilakukan sekarang atau pas di Bandara Soetta, dengan entengnya aku jawab terserah. Kami pun akhirnya menukarkan uang sebelum Check-in pesawat. Kukira dia sudah paham untuk menyisakan beberapa uang SGD kalau nanti ada apa-apa. Dan, ternyata dia kasih semua uang SGD yang dia punya ke money exchanger. Aku bingung, pengen bilangin tapi duitnya udah dikasih duluan. Alhasil setelah check-in pesawat, kami berdua lapar. Aku hanya menyisakan 5 SGD di dompet yang hanya cukup makan satu porsi. Sempat kami menertawakan kebodohan kami berdua haha. Untungnya di koper, dia masih ingat ada sisa 50 SGD didalamnya haha. Kami pun tidak jadi kelaparan di bandara. Aku pun menyarankan untuk membeli SubWay. Restoran sandwich yang terkenal di Korea dan slalu muncul di drama-drama (emang dasar bucin). Cukup mahal karena kami memesan porsi seharga 6.80 SGD haha saking penasaran rasanya kayak gimana. Sandwich dengan roti lembut khas Italia yang didalamnya berisi ayam teriyaki, sayur kol, dan tomat ditambah saus BBQ, mayonaise dan saos pedas menjadi makanan terenak yang pernah kucoba, kecuali ayamnya. Tetep sama aneh rasanya, sedangkan sayur-sayurannya benar-benar fresh dan bikin nambah lagi dan lagi. Sayang bung, baru separoh sandwich ukuran lumayan besar ini sudah membuatku kenyang. Akhirnya, aku simpan untuk dimakan lagi saat di bandara Soetta.
Foto di depan Social Tree, yeay (Source: Pribadi)
Waktu kami untuk berangkat tinggal beberapa jam lagi. Sengaja datang lebih awal ke Changi airport karena kami mau mainan di bandara. Dan mainan di Terminal 1 adalah Social Tree. Cocok dan pas banget buat foto-foto alay dan dipajang di Social Tree wkwk. Jadi disana tersedia kamera dan screen untuk berfoto ria. Lalu, tinggal klik untuk jepret foto dan edit. Setelah itu kirim ke email dan geser keatas untuk memindahkan foto ke Social Tree. Di pohon itu ada layar yang gede banget dan tadaaa foto yang di edit tadi sudah terpampang jelas di layar tersebut.

Puas mainan di Social Tree, dan berfoto-foto ria di daerah lobby terminal 1. Kami pun cus ke tempat waiting room. Tapi ada yang janggal dengan tiket pesawatnya. Belum tertera nomer Gate berapa pesawat kami menaikkan penumpang. Akhirnya kami pun bertanya kepada staff informasi disana. Staff berwajah berwajah khas Chinese pun memberikan kami nomer Gate-nya. Ada yang lucu saat aku bertanya dengan staffnya. Aku bertanya dengan bahasa Inggris, namun dia jawab dengan Bahasa Melayu/Indonesia dengan logat Chinese-nya yang kental. Dia mengingatkanku dengan teman Taiwanku, pengucapan bahasa Indonesia-nya mirip sekali dengan mbak staffnya. Benar-benar imut.

Kami pun akhirnya menemukan Gatenya dan terbang ke Indonesia dengan selamat. Sesampai bandara, aku dan temanku agak pangling dengan udara Jakarta yang terasa: SUMPEK dan berpolusi. Waduuu, giliran sudah terbiasa dengan udara bersih Singapura, nyampe Jakarta harus penyesuaian lagi wkwk.

Perjalanan travelling pertama kali ke luar negeriku sangat berkesan dan bener-bener terasa liburannya. Semua terasa asing dan baru, tapi kami sangat menikmatinya. Enggak kapok deh jalan-jalan ke Singapura untuk traveler pemula. Aman dan sangat berkesan. Andai teman Singapura-ku masih tinggal disana, akan lebih seru lagi hihi. Karena selama kami perjalanan, dia terus mengirimi aku DM di IG dan memberikanku saran tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi, juga mengingatkanku untuk berhati-hati dengan tasku saat di tempat ramai. She's like my third mom, thank you very much for her kindness. Sampai jumpa lagi di cerita travelling selanjutnya, byebye.
Share:

Minggu, 20 Januari 2019

Singapura: Empat Ras Satu Harmoni (Part 2)

Setelah curi-curi waktu luang, akhirnya bisa melanjutkan menulis pertualangan backpacker ku di Singapura. Untuk kalian yang belum baca cerita Part 1 klik disini. Pertualanganku belum usai, banyak hal-hal baru dan unik yang kutemukan saat di perjalanan Singapura. Penasaran? Teruss baca ya hehe....
Narsis dulu di Bola Muter wkwk (Source: Pribadi)
4. Day-2
Pagi-pagi jam 6 waktu Singapura aku terbangun karena alarm ku berbunyi sebagai tanda waktu Shubuh. Setelah sholat, bersih-bersih diri kami sarapan Pop Mie di kamar karena kamar yang kami pesan No Breakfast alias enggak pakai sarapan. Ini sebagai tips buat kalian juga kalau bener-bener mau irit makan pop mie buat sarapan. Sebenernya enggak sehat sii, but we have no choice. Jam 6-9 pagi, warung makan disana pada belum buka.
"TIPS: Untuk kalian yang mau berhemat, sarapan-lah P*P Mie wkwk"
Setelah keluar dari hotel, sebenarnya kami mencari air minum. Kebetulan air minum botol di hotel menurut kami masih kurang, mengingat kami akan sering berjalan kaki hingga malam. Di hotel pun disediakan air minum juga, tapi infused water alias air putih yang dicampur lemon. Aku enggak begitu suka itu karena rasanya yang asam. Sedangkan Tap Water yang kami tau, hanya tersedia di Changi Airport dan Sentosa. Kami pun memutuskan untuk mampir ke Seven Eleven untuk membeli botol air minum dan kartu perdana Singtel demi menunjang Google Map kami haha. Sudah males nyasar trus macem anak ilang dan kalau mau bertanya arah bingung juga karena enggak ada security atau satpam. Disana air minum kemasan harganya 1.8-2 SGD. Lumayan mahal haha, tapi lebih baik beli deh daripada kehausan nanti.
"TIPS: Usahakan selalu membawa botol air minum dan mencari Tap Water yang biasanya nangkring di tempat-tempat wisata seperti Changi Airport dan Sentosa, mumpung gratis dan menekan biaya pengeluaran hehe."
Welcome to Chinatown (Source: Pribadi)
Tepat pukul jam 8.30 pagi, kami ke stasiun Bugis menuju ke China Town. Stasiun Bugis dan Chinatown sangat dekat sekali, baru duduk di MRT sudah sampai di tempat tujuan. Di sana kami melihat ornamen ornamen etnis China menghiasi jalanan Chinatown. Maklum karena sebentar lagi tahun baru Cina. Disana, mulanya kami ingin berbelanja tapi lagi-lagi toko masih tutup. Akhirnya kami menuju ke Sri Mariamman Temple. Ada yang unik dengan penataan tempat ibadah disini. Disamping kiri Sri Mariamman Temple adalah Masjid Jamae (Chulia) sedangkan di sebelah sisi kanan adalah Budha Tooth Relic Temple. Ini mengingatkanku dengan buku jaman SD dimana gambar-gambar tempat ibadah digambarkan saling berdampingan satu sama lain. Aku masih ingat pelajarannya yang intinya sesama agama, kita harus menghormati agama lain. Dan akhirnya, gambar itu jadi kenyataan disini wkwk. 

Sri Mariamman Temple (Source: Pribadi)
Sri Mariamman Temple adalah tempat ibadahnya orang India. Aku dan temanku saling berpandang-pandangan, antara masuk atau enggak ke tempat ibadahnya itu. Kami melihat orang India masuk sambil mengulurkan jari-jari tangan kanannya ke tanah lalu menaruhnya ke dahinya. Dalam hati, "Mereka sedang apa? Apa itu cara salam mereka?" Karena penasaran, kami akhirnya memutuskan masuk ke dalam. Disana sudah tercium wangi bunga dan juga terlihat banyak patung-patung khas India. Karena disana dilarang foto-foto kami pun hanya melihat-lihat. 

Budha Tooth Relic Temple (Source: Pribadi)
Setelah puas, melihat-lihat kami pun ke Budha Tooth Relic Temple dimana orang Cina beribadah. Dari luar sudah terlihat jelas arsitekturnya yang Cina banget dengan warna merah menyalanya. Kami pun masuk ke dalam, dan ternyata bangunan ini mempunyai 4 lantai dan 2 lantai basement, dan kebetulan juga orang Cina disana pagi-pagi sedang beribadah. Kami pun naik lift ke lantai M, 2, 3, dan 4 yang masing-masing terdapat museum yang berbeda-beda. Ada museum sejarah agama Budha terbentuk, Koleksi patung-patung dari berbagai belahan dunia, kendi-kendi yang berisikan abu yang menurut kami adalah makam dan juga ada taman di lantai paling atas. Agak lama kami disana karena setiap lantai kami kunjungi dan ini mengingatkanku kepada film Cina yang pernah kutonton. Aku merasa bahwa ini terlihat mirip dengan Sri Mariamman Temple karena banyak sekali patung-patungnya.
Taman di Budha Tooth Relic Temple

Di sebelah kanan aku ada ptung kecil-kecil yang bisa sampai ribuan sedangkan di kirku ada taman dengan 2 kolam ikan di dalamnya (Source: Pribadi)
Finally, pemberhentian terakhir Masjid Jamae (Chulia). Tempat Ibadah orang Islam yang sederhana dan enggak neko-neko. Kami mampir dan aku pun sholat disana. Ada yang menarik dari keran di setiap masjid disana. Keran disana itu seperti shower dan di depan keran terdapat tempat duduk. Awalnya aku bingung tempat duduk ini untuk apa? Saat aku lihat mbak-mbak berwudhu, dia duduk sambil mengambil air wudhu. Dalam hati, enak banget ini enggak perlu capek-capek berdiri wkwk.

Selesai sholat, kami pun meluncur ke Chinatown market. Akhirnya toko-toko disana sudah pada buka. Dan kami pun mulai berburu berbelanja untuk oleh-oleh. Disana, mereka menjual berbagai macam souvernir seperti pajangan lemari, gantungan kunci, topi, kipas, tas dan masih banyak lagi yang berbau Singapura dan juga khas Cina. Ada hal yang menarik saat kami berbelanja disana yaitu tulisan tradisional Cina dengan nama kita sendiri atau bisa juga dengan nama pasangannya. Mereka menjualnya dari harga 5 - 20 SGD. Menurutku terlalu mahal, mending buat makan enak diluar hehe.

Puas berbelanja, kami pun mencari makan siang. Karena di Chinatown kami tidak menemukan tempat makan halal, kami pun melipir ke Hawker (semacam berbagai warung makanan murah jadi satu ada disana) berkat Mbah Google Map. Temanku menyarankan untuk mencoba makanan Cina yang terkenal disana. Tapi aku masih ragu karena enggak ada logo halalnya. Akhirnya, aku memilih makan nasi dan ayam lagi yang bertuliskan logo halal disana. Seperti biasa, rasanya sama kayak Nasi Lemak. Oiya, ada hal bodoh yang kulakukan saat makan disana. Makanan yang penjual kasih selain nasi dan ayam ada mangkong yang berisikan air dan lemon. Bodohnya aku adalah aku mengira itu adalah kobokan untuk cuci tangan HAHAHAHA. Tanganku langsung kepanasan dan aku malu sendiri. Untung temanku saja yang lihat. Hedehh, wong ndeso tenan aku di negeri orang wkwk. Ada juga hal unik terjadi. Saat aku mencari meja makan, ada tiga wanita muda yang berwajah Cina yang bertanya kepada kami kalau tempat duduknya kosong atau engga. Lalu kami jawab enggak. Saat aku lihat makanan yang mereka pesan porsi mereka gede dan ada seafoodnya. Yummy, makanan mereka kelihatan enak. Mereka berbicara bahasa Cina, duh rasanya pengen ikutan nimbrung. Aku ngerti beberapa kata yang sering aku dengar di TV Cina. Tapi enggak ngerti secara keseluruhannya. Mungkin kalau aku sering dengerin orang ngomong Cina setahun disini, aku paham. Ini sama seperti ketika aku mendengarkan orang Jawa ngomong, aku paham apa yang mereka maksud tanpa harus belajar formal karena terbiasa mendengarkannya.

Rencana pembangunan Singapura di Singapore City Gallery (Source: Pribadi)
Next, kebetulan disamping ada Singapore City Gallery. kita mampir sebentar disana. Di dalamnya, kami takjub dengan kreativitas mereka menyusun Gallery sedemikian rupa dan semenarik mungkin. Di Lantai pertama, kami melihat peta Singapura ukuran jumbo dengan jalanan MRT-nya. Setelah aku lihat ternyata dari Changi Airport ke Stasiun Bugis tempat dimana hotelku berada, ternyata lumayan jauh. Sedangkan Chinatown sangat dekat sekali dengan Bugis. Karena perjalanan selanjutnya kami ke Sentosa, ternyata enggak begitu jauh dari stasiun Chinatown. Selanjutnya, kami pun naik ke lantai 2, dimana karya-karya anak-anak Singapura di pampang disana sebagai bentuk apresiasi. dan disebelahnya ada sejarah Singapura dari jaman sebelum perang, setelah perang sampai saat ini. Singapura sebelum perang, ternyata warganya kebanyakan hanya bermata pencaharian nelayan. Lalu di tahun 1965, Singapura di beri kemerdekaan dan setelah itu melakukan banyak pembangunan yang pesat. Di tahun 60-an setelah pasca perang, Singapura adalah kawasan yang kumuh. Ini terlihat dari foto-foto yang terpampang disana dan mereka harus menghadapi sulitnya mempunyai tempat tinggal saat itu, ditambah lagi lahan disana sangatlah kecil. Usut punya usut, temanku bilang kalau di tahun 60-an, karena di Singapura banyak ras dan etnis yang sangat berbeda, pemerintahan disana membuat peraturan untuk mejaga keharmonisan antar ras. Anak-anak mereka di didik sejak kecil tentang tolenransi suku dan budaya. Sempet terbesit di pikiranku, kalau aku punya banyak teman dari berbagai negara di Singapura, itu mungkin seru. Selanjutnya, di tahun 70-an, rakyat Singapura sudah bisa merasakan MRT. Haha jangan bandingkan sama sini ya nak. Lalu di tahun 80an, Singapura berusaha membuat lingkungannya menjadi tempat yang nyaman dan ramah lingkungan. Di tahun 90an, pemerintahan berusaha menuntaskan angka pengangguran. Dan yang terakhir di abad 20, Singapura kini telah menjadi magnet pariwisata dan juga bisnis. Sayang sekali, saat aku mau baca keterangannya, malah dipagerin enggak boleh masuk karena sedang diperbaiki. pffttt....

Perjalanan kami berlanjut ke Sentosa Island. Dari Stasiun Chinatown kami turun di stasiun Harbour Front lalu membeli tiket kereta ke Sentosa Island dengan membayar 4 SGD sepuasnya. Tiket itu bisa dipakai naik kereta berkali-kali. Tujuan pertama kami adalah mengunjungi Universal Studios yang terkenal dengan bola dunia-nya yang ikonik. Oiya, kalian bisa masuk ke dalam dengan membayar 700ribuan wkwk. Mahal cyn, jadinya foto di depan bola dunia sudah cukup lahhh wkwk. Next, kami berjalan kaki menemui Merlion Sentosa. Di dalam Merlion Sentosa kalian bisa naik ke atas ke dalam mulutnya singa itu. Jadi, dari atas kalian bisa melihat pulau Sentosa dari atas, tapi lagi-lagi harus bayar hahaha. Di pulau Sentosa ini banyak banget spot-spot bagus, cocok nih buat kalian yang suka ngisi feeds ig biar kekinian. Anyway, kami lanjut naik kereta Sentosa lagi karena terlalu lelah berjalan kaki terus (maklum enggak pernah jalan kaki wkwk). Destinasi selanjutnya kami ke Palawan Beach. Tetapi sebelum kesana, kami mengisi air minum dulu karena sudah mau habis. Tap water memang benar-benar penyelemat disana. Tidak sengaja, aku melihat botol aqua yang dipegang turis disana. Aneh, karena saat aku beli air minum di Seven Eleven enggak ada. Ternyata oh ternyata ada salah satu toko yang memang menjual Aqua disana. Wew, Aqua bisa sampai nyasar disini haha.
Angkat Bola Muter wkwk (Source: Pribadi)
Merlion Sentosa (Source:Pribadi)
Setelah mengisi air minum, kami lanjut berjalan kaki ke pantai Palawan hampir sekitar 900 meter. Gila, emang ini kaki udah gempor wkwk, but we have no choice. Dengan sabar, kami terus berjalan kaki dan akhirnya terbayarkan sudah lelahnya. Pantai disana masih cantik dan biru banget. Aku kira kayak pantai di Ancol, tapi ini enggak. Airnya masih jernih dan biru, pasirnya pun halus, putih dan bersih. Tidak ada satu titik sampah pun disana. Duh, puas banget disana berguling-guling di pantai hihi. Walaupun sudah sore, tapi matahari tetap bersinar cerah dan panas. Pantai ini membayar kekecewaanku saat ke Belitung yang jauh dari luar ekspektasiku. Karena aku suka sekali mengunjungi berbagai pantai Indonesia, pantai Palawan ini lumayan lah cuci mata. Seger lihat yang birunya laut, putihnya pasir lalu hijau pepohonan. Yang buat aku takjub adalah Singapura ini bener-bener keren merawat alamnya. Padahal dari atas pesawat, Singapura enggak kalah banyak industri-nya seperti di Jakarta. Disana, kami juga mengunjungi pulau Palawan kecil dengan menggunakan jembatan gantung. Turis dimanjakan sekali disana karena ada gazebo tingkat tiga untuk menikmati pemandangan pantai dari ketinggian. Wah ini cocok sekali saat melihat sunset, tapi kami memangkas waktu tidak sampai menunggu sunset karena agar tidak terlalu larut malam pulang ke hotel. Sebenarnya masih ada pantai Siloso dan Tanjong yang ingin kami kunjungi juga. Tapi ternyata jauh kalau jalan kaki hahaha.

Sesungguhnya pantai ini lebih bagus daripada di foto. Jembatan Gantung di pantai Palawan (Source: Pribadi)
Puas foto-foto dan menikmati pemandangan alam, kami pun melanjutkan perjalanan ke Orchard Road. Teman Singapuraku bilang kalau ke Orchard Road lebih cantik saat malam hari karena banyak lampu-lampu cantik disana. Tapi sebelum kesana, kami mengisi perut kami terlebih dahulu di foodcourt Vivo City. Karena bosan makan nasi dan ayam terus, kami pun memesan makanan Cina yaitu Mie Brisket (aku lupa nama panjangnya wkwk). Jadi makanan Cina ini berisikan mie dengan potongan daging sapi bagian dada bawah sekitar ketiak. Saat kami memesan, pertama-tama kami ditanya mau porsi besar, sedang atau kecil. Aku memilih porsi kecil karena memang sedang tidak nafsu makan dan sekaligus menghemat, sedangkan temanku porsi sedang. Porsi kecil diberi harga 6.80 SGD sedangkat porsi sedang 8.80 SGD. Selanjutnya, kami memilih mie jenis apa. Disana ada 5 jenis, ada yang bentuknya seperti mie ayam, kwetiau dan masih banyak lagi. Aku pun bertanya kepada pemilik tokonya, mana yang paling enak dan ada tiga jenis yang sering dipilih orang-orang. Akhirnya aku memilih mie dengan diameter terkecil karena baru pertama kali aku lihat mie sekecil itu wkwk. Hidangan yang kami pesan pun siap untuk dimakan, dan yummy enak banget. Apalgi kuahnya hangat dan segar, mie-nya juga enak, daging sapinya lembut sih tapi lagi-lagi rasanya sama saja seperti ayam. Duh, emang dasar lidahku lidah Indonesia wong ndeso, karena tiap hari dikasih makan tempe dan tahu wkwk. Aku lihat di jendela besar, angin bertiup kencang diluar dengan hujan yang sangat deras. Wah ternyata di luar hujan gede. Beruntung kita enggak kehujanan tadi di pantai. Timing-nya tepattt, sempet khawatir kalau kehujanan karena selalu mendung disana. Doa kami pun terkabul agar tidak turun hujan saat kami jalan-jalan di outdoor.

Mall ION, Orchard Road (Source: Pribadi)
Ok, urusan perut selesai kami pun meluncur ke Orchard Road. Dari stasiun Harbour Front kami menapakkan kaki di stasiun Orchard. Saat kami keluar dari stasiun, kami disambut hangat oleh ikan-ikan koi di atas kepala kita alias layar besar yang menempel di atap mall ION, Orchard Road itu. Cuma bisa geleng-geleng kepala, sejauh ini mall-mall mewah dan besar yang pernah kukunjungi di Jakarta enggak sekreatif ini. Dan disetiap mall isi tokonya barang-barang branded semua. Pantas saja temenku itu yang dari Singapura suka ngasih tau barang branded. Ya mana ngeh gueee dan gak minat juga kalo ada yang murah kenapa harus beli yang mahal haha. Kayaknya juga dia nganggep orang Indonesia kaya-kaya deh dan aku juga nganggep orang Singapura kaya juga karena kuat beli barang branded haha. Ok, kami pun keluar dari Mall ION dan menemukan betapa cantiknya cahaya lampu yang menghiasi mall itu. Iseng mikir juga, berapa tagihan yang harus dibayar per bulan ya? haha. Btw, tujuan kami ke Orchard Road bukan lihat lampu doang wkwk, tapi mau beli cokelat yang enggak di produksi di Indonesia. Aku ketagihan gara-gara temenku itu hadiahin aku itu cokelat yang dia beli di Choc Spot, Mall Lucky Plaza, Orchard Road. Nama cokelatnya adalah Milka ukuran 300 gram seharga 7 SGD. Kebetulan ada yang harganya 5 SGD dengan rasa yang berbeda tetapi expired-nya 2 bulan lagi. Enggak apa-apa deh, cokelat kan dimakan bareng-bareng nanti dirumah hehe.

Setelah dapet cokelatnya, kami pun pulang ke hotel jam 9 waktu Singapura. Waktunya istirahat di atas kasur yang nyaman dan wangi.... And see you again di perjalanan hari ke tiga-ku selanjutnya (Baca: Part 3) Terimakasih juga sudah membaca sampai bawah hehe.
Share:

Jumat, 18 Januari 2019

Singapura: Empat Ras Satu Harmoni (Part 1)

Setelah puas liburan keluarga di Belitung, selanjutnya trip ke Singapura ala backpacker hanya dengan 3 jutaan selama 3 hari 2 malam. No guide, enggak pake travel agent cuma berbekal baca blog orang sama tanya temen. Semuanya sudah termasuk hotel, pesawat PP, transportasi dan makan 5 kali haha. Itu belum termasuk oleh-olehnya yaaa. Sebenernya, rencana trip kali ini terbilang nekat dan banyak drama. Awalnya temanku yang mengajakku kesana tapi dia sedang berhalangan ikut dan akhirnya aku ajak saja adik kelasku wkwk. Dan juga karena ini penerbangan luar negeri pertamaku, beberapa anggota keluarga mungkin mengkhawatirkanku (?) Yahh namanya juga jiwa anak muda yang masih penasaran sisi lain dari negeri orang. Karena aku perempuan dan masih muda, waktuku mungkin engga sebanyak ini dan masih belum banyak tanggung jawab. So, tetep tancep gas dan mengambil resiko. Kebetulan aku punya temen juga dari Singapura yang bisa ditanya tempat menarik disana tapi sekarang sudah enggak tinggal disana lagi. Pertama kali aku bertanya dengannya, dia bilang Singapura adalah negara yang aman untuk para traveler wanita. Dan benar saja, perjalananku ke Singapura dari awal sampai akhir benar-benar mulus. Rasanya beneran kayak liburan dan puas banget. Penasaran gimana caranya liburan ke Singapura dengan low-budget? check it out guys!

Narsis dulu bareng gedung Marina Bay Sands (Source: Pribadi)
 1. Pesan Tiket Pesawat dan Booking Hotel
Awalnya, aku dan temanku booking tiket pesawat PP sebulan sebelum keberangkatan. Kami mengambil tiket sesuai jadwal yang kami inginkan dan juga yang termurah wkwk. Kami pun dapat potongan harga dari tiket.com (aku lupa berapa potongan harganya) yang pasti satu orang 1,04 juta. Murah meriaah.
"TIPS untuk mendapatkan tiket pesawat dan hotel murah: hindari hari libur dan sering cari diskon di app tertentu. "
Setelah urusan tiket pesawat beres, selanjutnya booking hotel. Aku menunggu diskon promo hotel gede-gedan dari tiket.com di tanggal tertentu. Biasanya, tiket.com mengadakan diskon ini di hampir akhir bulan. Jadi, jangan sampai ketinggalan hehe. Kali ini, hotel yang aku pilih jatuh kepada Santa Grand Hotel Bugis. Kenapa? Alesannya simple: dekat dengan dua masjid, banyak pohonnya dan dekat dengan MRT dan bus stop. Sudah survey di beberapa hotel, tapi tetap sudah klop dengan ini hotel karena suasananya beda dari Jakarta yang kurang akan penghijauan dan yang pasti kalau mau makan makanan halal gampang dan dekat. Ada hal yang lucu sekaligus ngenes saat kami booking hotel ini. Hari pertama diskon besar-besaran dibuka. Tapi hotel yang kami incar tumben hanya berkurang sedikit lalu harga kembali naik. Kami harap-harap cemas karena kamar yang termurah hanya tersisa dua lagi. Padahal, kalau di hari diskon seperti ini kamar basement yang biasanya per malam satu juta bisa mecapai 700 ribu per malamnya. Akhirnya, kami terpaksa buru-buru booking, takut kehabisan kamar. Karena kami menginap dua malam, alhasil 2 juta melayang. Karena satu kamar berdua, kami share cost, jadi satu orang hanya bayar 1 juta hehe. Dan setelah aku transfer uangnya, tiba-tiba saat aku cek lagi sudah turun harga kamarnya menjadi 700 ribu! dan kamar yang ada jendelanya hanya 1 juta. Yeee selamat! Anda belum beruntung wkwk. Yaudahlah mau gimana lagi, daripada kehabisan kamar. Memang hotel ini agak pricey alias mahal, tapi bener-bener sebanding dengan pelayanannya dan juga fasilitasnya, walaupun masih murah di hotel Belitung tapi wajarlah ya hotel ini kan di Singapura wkwk.

2. The Journey Begins
Saat hari H, kami berangkat jam 5.30 karena jalanan Jakarta yang susah diprediksi akan kemacetan dan juga kebetulan saat itu hari Senin. Padahal keberangkatan kami jam 9.45 pagi, tapi tetap kami harus check in 2 jam sebelumnya. Dan Alhamdulillah, enggak macet jam 6.30 kami sudah sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Kali ini adalah penerbangan pertamaku keluar negeri. Aku tau ini keliatan norak tapi aku enggak peduli karena liburan kali ini pure dari uang hasil kerja kerasku. Akhirnya hari itu tiba juga, akan kubuktikan aku akan baik-baik saja di negeri orang dan aku bisa jaga diri. Sampai di Terminal 3, kami berfoto-foto ria di taman buatan sana. Terminal 3 lebih terkesan artistik dan juga modern daripada terminal 2. Hmm mungkin karena terminal ini dikhususkan penerbangan internasional kali ya. Next, setelah check-in kami menunggu lagi sekitar 30 menit karena gate-nya belum dibuka. Saat kami menunggu, kami belajar bahasa Cina setelah ada pemberitahuan dari Garuda dengan bahasa Cina. Kami tertawa saat mengikuti logat mbak-mbak penyiarnya berbicara bahasa Cina. Kami tidak sadar, kalau pasangan yang duduk di sebelah kami bisa berbahasa Cina. Akhirnya, kami diam seribu bahasa. Betapa gilanya kami tertawa tadi haha.

Foto dulu bareng Singapore Airlines yang notabene-nya pesawat mewah wkwk (Source: Pribadi)
 Dannn akhirnya pesawat berangkat. Kami naik pesawat Scoot dan baru pertama kali aku merasakan ini pesawat kalau lagi berhenti terus bergoyang. Aku dan temanku heran sendiri dan ini malah bikin pusing. Untungnya kami lepas landas dan sampai di Singapura dengan selamat. Sempat pesawat kami memutar lagi karena gagal landing dan oh my god makin kerasa jet lag-nya. huft.

3. Day-1
Karena di Singapura ditambah 1 jam dari jam Jakarta. Seharusnya kami tiba jam 12 siang (waktu Jakarta), tapi di Singapura sudah jam 1 (waktu Singapura). Agak lama kami berjalan mencari loket MRT untuk membeli kartunya dan juga air minum alias tap water. Dari Jakarta, kami harus mengosongkan air minum kami karena kebijakan pesawat. Kalau di bandara Soetta, tap water disana ada yang khusus untuk mengisi air botol. Tapi kalo di Changi Airport, enggak ada. Sedih, pertama kali isi air minum, airnya tumpah kemana-mana. pfftt, berasa ndeso. Oiya karena kami jalan-jalan super hemat. Kami bawa bekal dan makan siang di Changi Airport. Kami duduk di taman buatan yang lebih besar lagi. Kesan pertama disini adalah: banyak sekali ras-ras disini dan mereka ngomong pakai bahasa mereka masing-masing. Oh mungkin, karena ini masih dibandara jadi masih belum kedengeran Singlish (Singapore-English-nya). Aku lihat staff-staff disana, mempunyai wajah yang beragam, paling banyak adalah dari India dan Cina. Sempat saat mau keluar dari imigrasi, kebetulan mas-masnya wajah Melayu. Saat aku tanya dengan bahasa Inggris, dia malah jawab dengan bahasa Indonesia atau Melayu. Padahal ingin melatih speaking bahasa Inggrisku wkwk. Dan itu jadi keterusan, orang-orang Melayu disana bahkan saat aku belanja, ada orang Cina yang ku tanya dengan bahasa Inggris tiba-tiba dijawab lagi dengan bahasa Melayu dengan logat khas Cina-nya. Kecuali, kalau kamu berhadapan dengan orang India, mereka akan jawab bahasa Inggris seratus persen. Memang tujuanku disini, ingin mengetes seberapa keberanianku ngomong bahasa Inggris dan benar saja, ada kalanya aku kagok haha. Untungnya mereka mengerti apa yang kumaksud. Next, kemampuan listening-ku benar-benar parah. Sering kali aku menemukan orang dengan pronounce (ucapan) bahasa Inggris yang jarang sekali aku dengar. Jadi, kadang enggak ngeh apa yang mereka maksud. Dari sini aku merasa bahwa listening bukan terfokus dari apa yang mereka ucapkan kata per kata, tapi makna dan maksud yang ingin mereka sampaikan dengan logika. Haha, sometimes I feel stupid on there but it's okay, I will get used to this. 

Urusan imgrasi selesai, sekarang udah ketemu loket tempat membeli kartu MRT. Agak ribet menemukannya, karena Changi Airport sama luasnya akyak Bandara Soetta. By the way, kami sudah surfing di google kartu apa yang ingin kami pakai. Ada dua kartu yang ditawarkan, kartu EZ-link dan kartu Tourist pass. Kartu EZ-Link ini kayak kartu busway transjakarta, kalau engga ada isinya ya harus ke loket dulu buat ngisi. Kalo tourist pass lebih mudah. Enggak perlu ngisi lagi, tinggal pakai dan mau naik MRT, LRT atau bus berkali-kali dan sepuasnya juga bisa alias unlimited. Lebih hemat mana? jawabannya sama ajalah. Tergantung pemakaian juga. Karena 3 hari full disana kami wara-wiri di berbagai tempat, makannya aku memilih kartu Tourist Pass. Lebih simple nggak perlu ngisi-ngisi top-up lagi. Harganya cukup mahal 30 dollar = 3 hari. Tetapi 10 dollarnya nanti di kembalikan saat kalian mengembalikan kartunya ke loket lagi.

Suasana jalan di depan Santa Grand Hotel Bugis (Source: Pribadi)

Orang-orang disini bahkan turis harus terbiasa berjalan kaki (Source: Pribadi)
Selanjutnya, waktunya ke Santa Grand Hotel Bugis yeayyy. Naik MRT enggak bingung karena ada petanya. Tapi yang bingung adalah pintu keluarnya. Untungnya temanku itu prepare banget trip-nya dan ingat jalan mana yang harus dilewati. Dari Changi Airport kami turun di Bugis Station. letaknya 500 meter dari hotel. Lumayan, olahraga jalan kaki. Kesan pertama saat keluar dari Bugis Station adalah jalanan-nya yang tertata rapi dan ramah sekali dengan pejalan kaki. Trotar disana lebar dan banyak pohonnya. Awalnya kami merasa hawa disana terasa panas tapi enggak sepanas Jakarta, masih terasa adem berkat pohonnya yang rindang. Saat kami menyebrang pun, dengan sabar pengemudi mobil disana menunggu kami selesai menyebrang. Disana terkesan tau aturan, kalau lampu merah ya berhenti, dan tidak melewati batas zebra cross. Seger banget di mata dan enggak bikin mumet (pusing) wkwk. Padat tapi tersusun rapi dan beraturan. Ditambah lagi penghijauannya di sepanjang sisi jalan. Ah... benar-benar berasa liburannya.

Setibanya di hotel, kami check in dengan menunjukkan bukti sudah booking dari tiket.com dan menyiapkan uang deposit. Uang deposit di hotel ini sebesar 100 SGD (setiap hotel mempunyai kebijakan yang berbeda-beda) yang nanti dikembalikan saat check out nanti. Karena aku berdua jadi patungan 50 SGD masing-masing. Walaupun kamarnya di basement, lebih dari cukup untuk tempat istirahat yang nyenyak karena difasilitasi dengan TV, kulkas kecil, lemari besi (untuk menyimpan uang) dan juga pemanas air, kopi dan teh. Untuk kamar mandinya kecil tapi bersih. Fasilitas perlengkapan mandinya juga diluar ekspektasi, seperti hair dryer, alat-alat pembersih wajah, sisir dan kertas karton. Kalau sikat gigi, odol, shampoo, sabun, handuk dan head cap sih itu wajib ada di setiap hotel berbintang 3 keatas. Pusing karena jet-lag, akhirnya aku memutuskan mandi dengan air hangat. Kepala lebih ringan dan waktunya ganti kostum, yeayy.
"TIPS: Selalu cek kebijakan hotel masing-masing. Biasanya setiap hotel punya ketentuan harga deposit yang berbeda-beda. Jangan sampai kalian cuma makan angin gara-gara kehabisan duit buat bayar deposito hehe"
Menaiki bus tingkat menuju ke Marina Bay (Source: Pribadi)

Marina Bay Sands Hotel (Source: Pribadi)
 Selesai istirahat sebentar dan bersih-bersih diri, dengan semangat 45 kami meluncur ke Marina Bay. Tempat dimana Merlion alias Singa muntahin air bersemayam disana. Kali ini kami mencoba bus yang hanya beberapa langkah dari hotel. Namun, bodohnya kami adalah kai benar-benar blank ke arah mana, naik bus berapa untuk menuju ke Marina Bay. Tips lagi nih buat kalian yang mau ke Singapura, jangan lupa beli kartu Singtel, agar kemana-mana mudah dan enggak gampang nyasar. Harganya lagi-lagi mahal, 30 SGD untuk seminggu dan kalian bisa membelinya di Seven Eleven. Wajar sih ya isi kuotanya nyampe 100 GB. Tapi percuma, aku makenya ya cuma 2 hari wkwk. Ok, setelah nanya ke mas-mas yang membersihkan halte, kami akhirnya naik bus nomer 133. Di halte, ada map dan daftar bus stop-nya. Bus stop yang kami tuju Adalah Halte Marina Bay. Tapiii, ternyata bus kami tidak melewati halte itu. Seharusnya turun di halte Bayfront wkwk. Alhasil kami turun di halte selanjutnya dan berjalan kaki lumayan jauh. Ingin naik bus lagi, tapi merlionnya udah keliatan. Yaudahlah ya, sekalian olahraga. Toh di Jakarta pun hampir enggak pernah jalan kaki hahahaha.
"TIPS: Siapkan 30 SGD untuk membeli kartu Singtel 100 GB untuk pemakaian seminggu. Tanpa kuota, kamu bisa terus kesasar dan jadi buang-buang waktu."
Singa Muntah di Singapore wkwk (Source: Pribadi)
 Setelah puas foto-foto bareng Singa muntah, kami memutar menuju ke Marina Bay Sands Singapore. Serius, aku disana terlihat gila saat masuk ke dalam 3 gedung pencakar langit itu dengan perahu diatasnya. Gimana enggak? Saat kami memasuki kawasan The Shopee Marina-nya, kami disambut dengan lampu gantung yang besar sekali, cahayanya begitu cantik dari luar. Kami pun penasaran dan menemukan dibawahnya ada kumpulan ikan, jika kalian berdiri diatasnya kumpulan ikannya akan menghindari injakan kaki kalian. Tentu saja itu bukan ikan beneran, itu ikan gambar dengan kecanggihan teknologi di dalamnya. Karena saking kreatifnya, untuk menginjak ikan itu, kita harus bayar. Entahlah berapa harganya karena hari menjelang malam dan kami sudah lapar. Akhirnya kami nongkrong di foodcourt mall sana. Kami benar-benar blank mau makan apa, karena kebanyakan Chinese food dan lumayan merogoh kocek hingga lebih dari 10 dollar. Kami juga, sudah berkeliling foodcourt untuk mencari makanan halal tapi nihil. Ada satu toko yang menjual makanan khas Melayu dan yang pasti murah. Nasi Lemak hanya 6 SGD. Lagi-lagi saat kami memesan dengan bahasa Inggris, dijawab sama mereka dengan bahasa Melayu. Pengen ketawa rasanya, ketawa karena keinginanku untuk bicara full English tidak terpenuhi wkwk. Untuk pertama kalinya, aku makan makanan khas Malaysia. Suapan pertama dst, masih enak. Nasinya menurutku agak keabuan, dan ayamnya bebas minyak. Sambelnya enak juga dan nendang pedesnya. Tapii saat suapan hampir terakhir, rasanya eneg. Aku enggak tau ya, kata temenku rasanya kayak nasi uduk. Tapi aku ngerasa nasi uduk enggak seaneh ini rasanya. Kayak ada rempah-rempah yang dicampur ke nasinya. Dan ayamnya juga, awalnya enak sih tapi kok kalo makan banyak-banyak jadi aneh? Entahlah, kayaknya aku emang enggak cocok sama makanan disana. Semua makanan nasi dan ayam dari hawker (warung), foodcourt dan KFC menurutku semuanya sama rasanya. Disana, aku bener-bener kehilangan nafsu makan, padahal laper banget. Sekalinya makan, enggak ada yang pas di mulut aku. Enggak ada rasa Indonesia yang bisa bikin puas di lidahku. Pfffttt, akhirnya aku nyerah di hari terakhir di SG untuk hunting kuliner dari berbagai negara. Cuma, sayuran disana aja yang enak, seger rasanya. Apalagi tomat dan kolnya. Nikmat... mungkin kalo aku tinggal di negeri orang, aku jadi vegetarian karena aku selalu mikir walaupun ada logo halalnya apakah ayam dan sapi itu dipotong dagingnya secara Islam? Payah memang, padahal dulu doyan banget ayam KFC pffttt. Untuk pertama kalinya, sedih enggak bisa makan makanan Indonesia. Mana enggak ada tempe dan tahu pula, makanan kesayangan sehari-hari yang enggak ngebosenin wkwk.
"TIPS: makanan halal sebenarnya lumayan banyak di Singapura terutama daerah Bugis."
Setelah makan, kami pun bergegas ke Gardens by the Bay. Rencana kami, kami ingin masuk Cloud Forest, tapi memang bukan rejeki. Hari itu, Cloud Forest lagi Under Maintenance (Dalam Perawatan) Yasudahlah, lagipula kami sudah capek berjalan kaki yang mungkin lebih dari 2 kilo ini. Kami pun berpindah haluan ke Super Tree dimana pohon-pohon besar dirancang sedemikian rupa dan dihiasi dengan lampu yang cantik. Kalau kalian pernah nonton Crazy Rich Asian, tempat ini jadi ikonik. Beruntungnya kami saat sampai disana, pertunjukkan lampu di pohon-pohonya besarnya sangat cantik dan dialuni dengan lagu seperti sereosa (?) intinya khas eropa rasa jadul lah musiknya. Banyak turis disana tidur di atas lantai. Aku dan temanku pun ikutan karena lebih nyaman daripada duduk yang membuat kepala kami pegal karena menengok keatas terus. Sempat video sebentar, lalu aku lepaskan hpku untuk menikmati liburan kali ini. Memandangi lampu-lampu warna-warni yang indah di gelapnya malam hari. Karena lelah, hampir saja aku tertidur. Bayangkan pohon-pohon ini bisa masuk ke kamarku dan menyanyikan lagu pengantar tidur setiap malam.

Super Tree Groove salah satu tempat syuting Crazy Rich Asian Girl (Source: Pribadi)
Setelah pertunjukkan usai, kami pun bergegas memasuki gedung Marina Bay Sands Singapore lagi untuk menemukan pertunjukkan air mancur yang spektakuler. Di perjalanan, kami disapa hangat oleh lampu-lampu yang indah, jalanan raya yang lancar jaya seperti jalan tol dan juga pohon-pohon yang sejuk. Semua terlihat romantis. Banyak para keluarga dari berbagai macam negara yang liburan disana. Dan juga, orang tua yang sudah sesepuh saling berpandangan dan berpegangan tangan saat melihat cahaya lampu. Suasananya begitu romantis, memang pas dan aman untuk liburan keluarga dan honeymoon jugaa.

Setelah tersesat di daerah Marina Bay, akhirnya kami menemukan whirlpool di dekat air mancur. Dimana ada mangkuk seukuran raksasa lalu dikasih air di mangkuk itu dan air itu berputar-putar lalu jatuh kebawah bolongan yang kecil. Rasanya, seperti meilhat wastafel ukuran raksasa. Kebetulan dibawahnya itu adalah mall Marina Bay Sands juga dan terdapat aliran sungai didalamnya. Di aliran sungai itu terdapat perahu kecil seperti canoe yang bisa ditumpangi. Benar-benar manusia-manusia kelewat kreatif. Setelah puas nonton air diputerin, kami menunggu pertunjukkan air mancur dimulai. Tepat jam 9 malam waktu Singapura, pertunjukkan air mancur pun dimulai. Aku takjub saat nada khas Cina, Melayu, Inggris, India diputarkan satu persatu. Benar-benar menggambarkan harmoni antar 4 ras yang berbeda. Air, lampu, laser dan nadanya benar-benar kompak. Susah dijelaskan bagaimana bisa percikan air itu menangkap sinar-sinar laser yang membentuk burung dan bunga-bunga yang indah. Wajar saja, jika banyak para bloggers yang menyarankan agar ke Marina Bay saat malam karena pertunjukkan air mancurnya yang luar biasa dan baru kulihat sebagus itu untuk pertama kalinya.

Setelah 15 menit, pertunjukkan pun usai. Kami pun buru-buru pulang ke hotel karena kaki sudah pegal pegal. Kami pun memutuskan naik MRT dan turun di Bugis Station. Kali ini, kami salah exit. Harusnya Exit di Victoria Street malah exit di Bugis Junction. Sebenernya sih sama aja cuma beda sisi. Tapi karena sudah malem, semua keliatan sama di mataku. Jalanan perempatan enggak ada bedanya disini. Kami mau bertanya, enggak tau harus bertanya ke siapa karena di jalan enggak ada polisi ataupun satpam apalagi security. Yang bikin kami takjub juga, sampe ga ada petugas keamanan.  Akhirnya kami bertanya kepada karyawan cafe. Eh ga taunya jalan yang kami pilih benar, tinggal lurus doang dikit, nyampe deh. Hedeh, beginilah kalo tanpa kuota internet dan google map. Nyasar terus wkwk.

Wahh... ternyata banyak sekali yang aku tulis disini dan petualanganku masih berlanjut. See you in Part 2 ya...
Share:

Selasa, 08 Januari 2019

Apa itu Menikah?

Tulisan ini adalah hasil pengamatanku terhadap orang-orang yang sudah menikah baik yang sudah lama atau baru menikah dan sharing-sharing dengan keluragaku juga temanku yang jauh lebih tua dariku yang sudah menjalani lamanya pernikahan.

Cerita ini bermula dari pertanyaan simple dan mungkin kekanak-kanakan. Apa itu cinta? Mungkin kalian akan menjawabnya berbeda-beda. Ada yang menjawab cinta pertama, ada juga cinta SMA, atau cinta dari pacar dan masih banyak lagi. Dulu, aku pikir cinta berkaitan erat dengan pernikahan. Ternyata belum tentu, cinta tersebar dimana-mana dan enggak melulu tersangkut paut dengan pernikahan. Aku bisa menemukan cinta di antara ibu dan anak dan juga cinta sesama keluarga. Dan itu masih ada banyak lagi. Aku dulu masih menganggap bahwa kalau orang menikah, itu pasti karna cinta. Dan tebakanku tidak sepenuhnya benar.

Aku pernah bertanya kepada temanku yang semuran dengan ibuku dan menjalani pernikahan yg sudah lama. Aku bertanya kepadanya "Bagaimana rasa cinta saat menikah?" Terdengar seperti anak kecil yang baru saja lahir di dunia wkwk. Tapi serius, aku penasaran! Lalu temanku menjawab cinta yang mengebu-ngebu hanya terjadi saat awal pernikahan. Sisanya tinggalah komitmen mau atau tidak bekerja sama mempertahankan pernikahan hingga akhir hayat. Saat itulah cinta hanya sebagai selingan. Awalnya aku tak percaya apa yang dijelaskan kepada temanku. Tetapi setelah aku mendengar beberapa curhatan dari pasangan yg sudah menikah lama, memang benar begitu apa adanya. Mereka yang awalnya meyakini bahwa mereka mencintai pasangan mereka saat awal menikah sekarang lebih memilih fokus membesarkan anak-anak mereka.

Diumurku yang sudah kepala dua ini, satu persatu teman-temanku mulai meninggalkan status singlenya. Adapula yang ingin banget nikah tapi belum ketemu yang pas. Sedangkan aku disini, belum ada keinginan untuk itu. Dulu, aku sama dengan gadis-gadis lainnya. Menyukai lawan jenis dan berangan-angan bisa menikah karena akhirnya penantian panjang berakhir bahagia juga. Tetapi ternyata pemikiran kanak-kanakku itu sirna sudah haha. Fakta yang aku lihat bukanlah cerita Cinderella yang akhirnya menikah dengan pangerannya dan berakhir bahagia selamanya. It's a liar. Menikah bukanlah akhir dari lepasnya status lajang dan akhirnya bahagia bersama pasangan yang dicinta. Menikah adalah sebuah permulaan. Permulaan menghadapi masalah-masalah yang sangatlah berbeda ketika kita masih sendiri. Dimulai dari kebiasaan-kebiasaan dua insan yang berbeda. Lalu, berusaha saling menerima kekurangan dan kelebihan pasangan masing-masing yang mungkin butuh waktu yang lama. Dan juga tanggung jawab dan biaya membesarkan anak yang besar dan enggak main-main. Tentu saja ini perlu komitmen yang sangat sangat besar dan berlaku seumur hidup. Percaya atau tidak, sama seperti sebuah hubungan, ada kalanya bosan dengan pasangannya sendiri.

Kalo dilihat dalam segi agama, menikah itu adalah untuk menghindari fitnah yang bisa merugikan diri sendiri, terutama wanita. Dan juga menikah bisa menyempurnakan separuh agama. Bahkan bisa menambah ladang pahala dan juga rejeki. Wow, amazing! Tapi perlu diingat, sebelum memutuskan menikah, kalian harus siap lahir dan batin dan juga sudah tau apa yang kalian akan hadapi selanjutnya setelah menikah. Kita menikah bukan karena desakan orang tua, bukan juga karena bosan ditanya "kapan nikah?" Ataupun ajang lomba siapa yang nikah duluan, dia yang cepet laku wkwk. Kebanyakan kultur di Indonesia ini adalah seorang wanita harus cepat-cepat dinikahkan agar cepat dapat keturunan dan saat anak-anak mereka dewasa, wanita dengan suaminya masih bisa melihat anak-anaknya. *Uhuk! Maaf, kultur ini baru di Indonesia saja aku bisa temukan. Teman-temanku yang berbeda kultur dan kewarganegaraan melihat ini berbeda dari yang lain dan malah mendukungku untuk mengejar karir karena umurku masih terbilang muda. Andai saja orang-orang yang masih berfikiran seperti itu dibuka matanya lebar-lebar. Lihatlah sekitar kalian, ada yang sudah lama menikah belum juga dikarunai anak. Ada juga yang menikah baru seumur jagung tiba-tiba cerai begitu saja. Bahkan belum menikah pun sudah dipanggil duluan sama yang di Atas.

Serius! Menikah enggak sengampang kalian habis pesta besar-besaran menjadi raja dan ratu sehari, lalu setelah itu kalian bisa happily ever after wkwk. Menikah adalah sebuah komitmen sampai akhir hayat terhadap satu pasangan.

Begitulah kira-kira pandangan ku soal menikah. Menikah bukan untuk dihindari juga bukan untuk dipaksakan. Setiap orang mempunyai jalannya masing-masing. Mengapa kita tidak saling menghormati saja?
Share:

Followers

Search This Blog

Embun yang Dingin / Lautan Cinta

  Berikut ada 14 bagian masa-masa Lay Zhang bersama EXO: Panas yang Hebat / Pertama kalinya aku diatas panggung Akhir dari Panas / Api Embun...

Daily Blogger Pro Review Competition

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.