Minggu, 20 Januari 2019

Singapura: Empat Ras Satu Harmoni (Part 2)

Setelah curi-curi waktu luang, akhirnya bisa melanjutkan menulis pertualangan backpacker ku di Singapura. Untuk kalian yang belum baca cerita Part 1 klik disini. Pertualanganku belum usai, banyak hal-hal baru dan unik yang kutemukan saat di perjalanan Singapura. Penasaran? Teruss baca ya hehe....
Narsis dulu di Bola Muter wkwk (Source: Pribadi)
4. Day-2
Pagi-pagi jam 6 waktu Singapura aku terbangun karena alarm ku berbunyi sebagai tanda waktu Shubuh. Setelah sholat, bersih-bersih diri kami sarapan Pop Mie di kamar karena kamar yang kami pesan No Breakfast alias enggak pakai sarapan. Ini sebagai tips buat kalian juga kalau bener-bener mau irit makan pop mie buat sarapan. Sebenernya enggak sehat sii, but we have no choice. Jam 6-9 pagi, warung makan disana pada belum buka.
"TIPS: Untuk kalian yang mau berhemat, sarapan-lah P*P Mie wkwk"
Setelah keluar dari hotel, sebenarnya kami mencari air minum. Kebetulan air minum botol di hotel menurut kami masih kurang, mengingat kami akan sering berjalan kaki hingga malam. Di hotel pun disediakan air minum juga, tapi infused water alias air putih yang dicampur lemon. Aku enggak begitu suka itu karena rasanya yang asam. Sedangkan Tap Water yang kami tau, hanya tersedia di Changi Airport dan Sentosa. Kami pun memutuskan untuk mampir ke Seven Eleven untuk membeli botol air minum dan kartu perdana Singtel demi menunjang Google Map kami haha. Sudah males nyasar trus macem anak ilang dan kalau mau bertanya arah bingung juga karena enggak ada security atau satpam. Disana air minum kemasan harganya 1.8-2 SGD. Lumayan mahal haha, tapi lebih baik beli deh daripada kehausan nanti.
"TIPS: Usahakan selalu membawa botol air minum dan mencari Tap Water yang biasanya nangkring di tempat-tempat wisata seperti Changi Airport dan Sentosa, mumpung gratis dan menekan biaya pengeluaran hehe."
Welcome to Chinatown (Source: Pribadi)
Tepat pukul jam 8.30 pagi, kami ke stasiun Bugis menuju ke China Town. Stasiun Bugis dan Chinatown sangat dekat sekali, baru duduk di MRT sudah sampai di tempat tujuan. Di sana kami melihat ornamen ornamen etnis China menghiasi jalanan Chinatown. Maklum karena sebentar lagi tahun baru Cina. Disana, mulanya kami ingin berbelanja tapi lagi-lagi toko masih tutup. Akhirnya kami menuju ke Sri Mariamman Temple. Ada yang unik dengan penataan tempat ibadah disini. Disamping kiri Sri Mariamman Temple adalah Masjid Jamae (Chulia) sedangkan di sebelah sisi kanan adalah Budha Tooth Relic Temple. Ini mengingatkanku dengan buku jaman SD dimana gambar-gambar tempat ibadah digambarkan saling berdampingan satu sama lain. Aku masih ingat pelajarannya yang intinya sesama agama, kita harus menghormati agama lain. Dan akhirnya, gambar itu jadi kenyataan disini wkwk. 

Sri Mariamman Temple (Source: Pribadi)
Sri Mariamman Temple adalah tempat ibadahnya orang India. Aku dan temanku saling berpandang-pandangan, antara masuk atau enggak ke tempat ibadahnya itu. Kami melihat orang India masuk sambil mengulurkan jari-jari tangan kanannya ke tanah lalu menaruhnya ke dahinya. Dalam hati, "Mereka sedang apa? Apa itu cara salam mereka?" Karena penasaran, kami akhirnya memutuskan masuk ke dalam. Disana sudah tercium wangi bunga dan juga terlihat banyak patung-patung khas India. Karena disana dilarang foto-foto kami pun hanya melihat-lihat. 

Budha Tooth Relic Temple (Source: Pribadi)
Setelah puas, melihat-lihat kami pun ke Budha Tooth Relic Temple dimana orang Cina beribadah. Dari luar sudah terlihat jelas arsitekturnya yang Cina banget dengan warna merah menyalanya. Kami pun masuk ke dalam, dan ternyata bangunan ini mempunyai 4 lantai dan 2 lantai basement, dan kebetulan juga orang Cina disana pagi-pagi sedang beribadah. Kami pun naik lift ke lantai M, 2, 3, dan 4 yang masing-masing terdapat museum yang berbeda-beda. Ada museum sejarah agama Budha terbentuk, Koleksi patung-patung dari berbagai belahan dunia, kendi-kendi yang berisikan abu yang menurut kami adalah makam dan juga ada taman di lantai paling atas. Agak lama kami disana karena setiap lantai kami kunjungi dan ini mengingatkanku kepada film Cina yang pernah kutonton. Aku merasa bahwa ini terlihat mirip dengan Sri Mariamman Temple karena banyak sekali patung-patungnya.
Taman di Budha Tooth Relic Temple

Di sebelah kanan aku ada ptung kecil-kecil yang bisa sampai ribuan sedangkan di kirku ada taman dengan 2 kolam ikan di dalamnya (Source: Pribadi)
Finally, pemberhentian terakhir Masjid Jamae (Chulia). Tempat Ibadah orang Islam yang sederhana dan enggak neko-neko. Kami mampir dan aku pun sholat disana. Ada yang menarik dari keran di setiap masjid disana. Keran disana itu seperti shower dan di depan keran terdapat tempat duduk. Awalnya aku bingung tempat duduk ini untuk apa? Saat aku lihat mbak-mbak berwudhu, dia duduk sambil mengambil air wudhu. Dalam hati, enak banget ini enggak perlu capek-capek berdiri wkwk.

Selesai sholat, kami pun meluncur ke Chinatown market. Akhirnya toko-toko disana sudah pada buka. Dan kami pun mulai berburu berbelanja untuk oleh-oleh. Disana, mereka menjual berbagai macam souvernir seperti pajangan lemari, gantungan kunci, topi, kipas, tas dan masih banyak lagi yang berbau Singapura dan juga khas Cina. Ada hal yang menarik saat kami berbelanja disana yaitu tulisan tradisional Cina dengan nama kita sendiri atau bisa juga dengan nama pasangannya. Mereka menjualnya dari harga 5 - 20 SGD. Menurutku terlalu mahal, mending buat makan enak diluar hehe.

Puas berbelanja, kami pun mencari makan siang. Karena di Chinatown kami tidak menemukan tempat makan halal, kami pun melipir ke Hawker (semacam berbagai warung makanan murah jadi satu ada disana) berkat Mbah Google Map. Temanku menyarankan untuk mencoba makanan Cina yang terkenal disana. Tapi aku masih ragu karena enggak ada logo halalnya. Akhirnya, aku memilih makan nasi dan ayam lagi yang bertuliskan logo halal disana. Seperti biasa, rasanya sama kayak Nasi Lemak. Oiya, ada hal bodoh yang kulakukan saat makan disana. Makanan yang penjual kasih selain nasi dan ayam ada mangkong yang berisikan air dan lemon. Bodohnya aku adalah aku mengira itu adalah kobokan untuk cuci tangan HAHAHAHA. Tanganku langsung kepanasan dan aku malu sendiri. Untung temanku saja yang lihat. Hedehh, wong ndeso tenan aku di negeri orang wkwk. Ada juga hal unik terjadi. Saat aku mencari meja makan, ada tiga wanita muda yang berwajah Cina yang bertanya kepada kami kalau tempat duduknya kosong atau engga. Lalu kami jawab enggak. Saat aku lihat makanan yang mereka pesan porsi mereka gede dan ada seafoodnya. Yummy, makanan mereka kelihatan enak. Mereka berbicara bahasa Cina, duh rasanya pengen ikutan nimbrung. Aku ngerti beberapa kata yang sering aku dengar di TV Cina. Tapi enggak ngerti secara keseluruhannya. Mungkin kalau aku sering dengerin orang ngomong Cina setahun disini, aku paham. Ini sama seperti ketika aku mendengarkan orang Jawa ngomong, aku paham apa yang mereka maksud tanpa harus belajar formal karena terbiasa mendengarkannya.

Rencana pembangunan Singapura di Singapore City Gallery (Source: Pribadi)
Next, kebetulan disamping ada Singapore City Gallery. kita mampir sebentar disana. Di dalamnya, kami takjub dengan kreativitas mereka menyusun Gallery sedemikian rupa dan semenarik mungkin. Di Lantai pertama, kami melihat peta Singapura ukuran jumbo dengan jalanan MRT-nya. Setelah aku lihat ternyata dari Changi Airport ke Stasiun Bugis tempat dimana hotelku berada, ternyata lumayan jauh. Sedangkan Chinatown sangat dekat sekali dengan Bugis. Karena perjalanan selanjutnya kami ke Sentosa, ternyata enggak begitu jauh dari stasiun Chinatown. Selanjutnya, kami pun naik ke lantai 2, dimana karya-karya anak-anak Singapura di pampang disana sebagai bentuk apresiasi. dan disebelahnya ada sejarah Singapura dari jaman sebelum perang, setelah perang sampai saat ini. Singapura sebelum perang, ternyata warganya kebanyakan hanya bermata pencaharian nelayan. Lalu di tahun 1965, Singapura di beri kemerdekaan dan setelah itu melakukan banyak pembangunan yang pesat. Di tahun 60-an setelah pasca perang, Singapura adalah kawasan yang kumuh. Ini terlihat dari foto-foto yang terpampang disana dan mereka harus menghadapi sulitnya mempunyai tempat tinggal saat itu, ditambah lagi lahan disana sangatlah kecil. Usut punya usut, temanku bilang kalau di tahun 60-an, karena di Singapura banyak ras dan etnis yang sangat berbeda, pemerintahan disana membuat peraturan untuk mejaga keharmonisan antar ras. Anak-anak mereka di didik sejak kecil tentang tolenransi suku dan budaya. Sempet terbesit di pikiranku, kalau aku punya banyak teman dari berbagai negara di Singapura, itu mungkin seru. Selanjutnya, di tahun 70-an, rakyat Singapura sudah bisa merasakan MRT. Haha jangan bandingkan sama sini ya nak. Lalu di tahun 80an, Singapura berusaha membuat lingkungannya menjadi tempat yang nyaman dan ramah lingkungan. Di tahun 90an, pemerintahan berusaha menuntaskan angka pengangguran. Dan yang terakhir di abad 20, Singapura kini telah menjadi magnet pariwisata dan juga bisnis. Sayang sekali, saat aku mau baca keterangannya, malah dipagerin enggak boleh masuk karena sedang diperbaiki. pffttt....

Perjalanan kami berlanjut ke Sentosa Island. Dari Stasiun Chinatown kami turun di stasiun Harbour Front lalu membeli tiket kereta ke Sentosa Island dengan membayar 4 SGD sepuasnya. Tiket itu bisa dipakai naik kereta berkali-kali. Tujuan pertama kami adalah mengunjungi Universal Studios yang terkenal dengan bola dunia-nya yang ikonik. Oiya, kalian bisa masuk ke dalam dengan membayar 700ribuan wkwk. Mahal cyn, jadinya foto di depan bola dunia sudah cukup lahhh wkwk. Next, kami berjalan kaki menemui Merlion Sentosa. Di dalam Merlion Sentosa kalian bisa naik ke atas ke dalam mulutnya singa itu. Jadi, dari atas kalian bisa melihat pulau Sentosa dari atas, tapi lagi-lagi harus bayar hahaha. Di pulau Sentosa ini banyak banget spot-spot bagus, cocok nih buat kalian yang suka ngisi feeds ig biar kekinian. Anyway, kami lanjut naik kereta Sentosa lagi karena terlalu lelah berjalan kaki terus (maklum enggak pernah jalan kaki wkwk). Destinasi selanjutnya kami ke Palawan Beach. Tetapi sebelum kesana, kami mengisi air minum dulu karena sudah mau habis. Tap water memang benar-benar penyelemat disana. Tidak sengaja, aku melihat botol aqua yang dipegang turis disana. Aneh, karena saat aku beli air minum di Seven Eleven enggak ada. Ternyata oh ternyata ada salah satu toko yang memang menjual Aqua disana. Wew, Aqua bisa sampai nyasar disini haha.
Angkat Bola Muter wkwk (Source: Pribadi)
Merlion Sentosa (Source:Pribadi)
Setelah mengisi air minum, kami lanjut berjalan kaki ke pantai Palawan hampir sekitar 900 meter. Gila, emang ini kaki udah gempor wkwk, but we have no choice. Dengan sabar, kami terus berjalan kaki dan akhirnya terbayarkan sudah lelahnya. Pantai disana masih cantik dan biru banget. Aku kira kayak pantai di Ancol, tapi ini enggak. Airnya masih jernih dan biru, pasirnya pun halus, putih dan bersih. Tidak ada satu titik sampah pun disana. Duh, puas banget disana berguling-guling di pantai hihi. Walaupun sudah sore, tapi matahari tetap bersinar cerah dan panas. Pantai ini membayar kekecewaanku saat ke Belitung yang jauh dari luar ekspektasiku. Karena aku suka sekali mengunjungi berbagai pantai Indonesia, pantai Palawan ini lumayan lah cuci mata. Seger lihat yang birunya laut, putihnya pasir lalu hijau pepohonan. Yang buat aku takjub adalah Singapura ini bener-bener keren merawat alamnya. Padahal dari atas pesawat, Singapura enggak kalah banyak industri-nya seperti di Jakarta. Disana, kami juga mengunjungi pulau Palawan kecil dengan menggunakan jembatan gantung. Turis dimanjakan sekali disana karena ada gazebo tingkat tiga untuk menikmati pemandangan pantai dari ketinggian. Wah ini cocok sekali saat melihat sunset, tapi kami memangkas waktu tidak sampai menunggu sunset karena agar tidak terlalu larut malam pulang ke hotel. Sebenarnya masih ada pantai Siloso dan Tanjong yang ingin kami kunjungi juga. Tapi ternyata jauh kalau jalan kaki hahaha.

Sesungguhnya pantai ini lebih bagus daripada di foto. Jembatan Gantung di pantai Palawan (Source: Pribadi)
Puas foto-foto dan menikmati pemandangan alam, kami pun melanjutkan perjalanan ke Orchard Road. Teman Singapuraku bilang kalau ke Orchard Road lebih cantik saat malam hari karena banyak lampu-lampu cantik disana. Tapi sebelum kesana, kami mengisi perut kami terlebih dahulu di foodcourt Vivo City. Karena bosan makan nasi dan ayam terus, kami pun memesan makanan Cina yaitu Mie Brisket (aku lupa nama panjangnya wkwk). Jadi makanan Cina ini berisikan mie dengan potongan daging sapi bagian dada bawah sekitar ketiak. Saat kami memesan, pertama-tama kami ditanya mau porsi besar, sedang atau kecil. Aku memilih porsi kecil karena memang sedang tidak nafsu makan dan sekaligus menghemat, sedangkan temanku porsi sedang. Porsi kecil diberi harga 6.80 SGD sedangkat porsi sedang 8.80 SGD. Selanjutnya, kami memilih mie jenis apa. Disana ada 5 jenis, ada yang bentuknya seperti mie ayam, kwetiau dan masih banyak lagi. Aku pun bertanya kepada pemilik tokonya, mana yang paling enak dan ada tiga jenis yang sering dipilih orang-orang. Akhirnya aku memilih mie dengan diameter terkecil karena baru pertama kali aku lihat mie sekecil itu wkwk. Hidangan yang kami pesan pun siap untuk dimakan, dan yummy enak banget. Apalgi kuahnya hangat dan segar, mie-nya juga enak, daging sapinya lembut sih tapi lagi-lagi rasanya sama saja seperti ayam. Duh, emang dasar lidahku lidah Indonesia wong ndeso, karena tiap hari dikasih makan tempe dan tahu wkwk. Aku lihat di jendela besar, angin bertiup kencang diluar dengan hujan yang sangat deras. Wah ternyata di luar hujan gede. Beruntung kita enggak kehujanan tadi di pantai. Timing-nya tepattt, sempet khawatir kalau kehujanan karena selalu mendung disana. Doa kami pun terkabul agar tidak turun hujan saat kami jalan-jalan di outdoor.

Mall ION, Orchard Road (Source: Pribadi)
Ok, urusan perut selesai kami pun meluncur ke Orchard Road. Dari stasiun Harbour Front kami menapakkan kaki di stasiun Orchard. Saat kami keluar dari stasiun, kami disambut hangat oleh ikan-ikan koi di atas kepala kita alias layar besar yang menempel di atap mall ION, Orchard Road itu. Cuma bisa geleng-geleng kepala, sejauh ini mall-mall mewah dan besar yang pernah kukunjungi di Jakarta enggak sekreatif ini. Dan disetiap mall isi tokonya barang-barang branded semua. Pantas saja temenku itu yang dari Singapura suka ngasih tau barang branded. Ya mana ngeh gueee dan gak minat juga kalo ada yang murah kenapa harus beli yang mahal haha. Kayaknya juga dia nganggep orang Indonesia kaya-kaya deh dan aku juga nganggep orang Singapura kaya juga karena kuat beli barang branded haha. Ok, kami pun keluar dari Mall ION dan menemukan betapa cantiknya cahaya lampu yang menghiasi mall itu. Iseng mikir juga, berapa tagihan yang harus dibayar per bulan ya? haha. Btw, tujuan kami ke Orchard Road bukan lihat lampu doang wkwk, tapi mau beli cokelat yang enggak di produksi di Indonesia. Aku ketagihan gara-gara temenku itu hadiahin aku itu cokelat yang dia beli di Choc Spot, Mall Lucky Plaza, Orchard Road. Nama cokelatnya adalah Milka ukuran 300 gram seharga 7 SGD. Kebetulan ada yang harganya 5 SGD dengan rasa yang berbeda tetapi expired-nya 2 bulan lagi. Enggak apa-apa deh, cokelat kan dimakan bareng-bareng nanti dirumah hehe.

Setelah dapet cokelatnya, kami pun pulang ke hotel jam 9 waktu Singapura. Waktunya istirahat di atas kasur yang nyaman dan wangi.... And see you again di perjalanan hari ke tiga-ku selanjutnya (Baca: Part 3) Terimakasih juga sudah membaca sampai bawah hehe.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Search This Blog

Embun yang Dingin / Lautan Cinta

  Berikut ada 14 bagian masa-masa Lay Zhang bersama EXO: Panas yang Hebat / Pertama kalinya aku diatas panggung Akhir dari Panas / Api Embun...

Daily Blogger Pro Review Competition

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.